Studi Kasus Pembuangan Limbah Cair di Perusahaan Pemotongan dan Pengolahan Daging Mentah di Shanghai

Perusahaan pengolahan daging yang berbasis di Shanghai didirikan pada tahun 2011 dan berlokasi di Distrik Songjiang. Operasi bisnisnya mencakup kegiatan yang diizinkan seperti pemotongan babi, pembiakan unggas dan ternak, distribusi makanan, dan transportasi barang melalui jalan darat (kecuali bahan berbahaya). Entitas induknya, sebuah perusahaan industri dan perdagangan yang berbasis di Shanghai dan juga berlokasi di Distrik Songjiang, adalah perusahaan swasta yang utamanya bergerak di bidang peternakan babi. Perusahaan ini mengelola empat peternakan babi skala besar, yang saat ini memelihara sekitar 5.000 ekor induk babi betina dengan kapasitas produksi tahunan hingga 100.000 ekor babi siap jual. Selain itu, perusahaan ini berkolaborasi dengan 50 peternakan ekologis yang mengintegrasikan budidaya tanaman dan peternakan.

Air limbah yang dihasilkan dari rumah pemotongan babi mengandung konsentrasi bahan organik dan nutrisi yang tinggi. Jika dibuang tanpa diolah, limbah ini menimbulkan risiko yang signifikan terhadap sistem perairan, tanah, kualitas udara, dan ekosistem yang lebih luas. Dampak lingkungan utamanya adalah sebagai berikut:

1. Pencemaran Air (dampak paling langsung dan parah)
Limbah rumah potong hewan kaya akan polutan organik dan nutrisi. Ketika dibuang langsung ke sungai, danau, atau kolam, komponen organik—seperti darah, lemak, feses, dan sisa makanan—akan diurai oleh mikroorganisme, suatu proses yang menghabiskan oksigen terlarut (DO) dalam jumlah besar. Penurunan DO menyebabkan kondisi anaerobik, yang mengakibatkan kematian organisme akuatik seperti ikan dan udang akibat hipoksia. Dekomposisi anaerobik selanjutnya menghasilkan gas-gas berbau busuk—termasuk hidrogen sulfida, amonia, dan merkaptan—yang menyebabkan perubahan warna air dan bau busuk, sehingga air tidak dapat digunakan untuk keperluan apa pun.

Air limbah juga mengandung kadar nitrogen (N) dan fosfor (P) yang tinggi. Saat memasuki badan air, nutrisi ini mendorong pertumbuhan alga dan fitoplankton yang berlebihan, yang menyebabkan ledakan alga atau pasang merah. Dekomposisi alga mati selanjutnya semakin menguras oksigen, sehingga mengganggu kestabilan ekosistem perairan. Perairan eutrofik mengalami penurunan kualitas dan menjadi tidak layak untuk minum, irigasi, atau keperluan industri.

Selain itu, limbah cair dapat membawa mikroorganisme patogen—termasuk bakteri, virus, dan telur parasit (misalnya, Escherichia coli dan Salmonella)—yang berasal dari usus dan feses hewan. Patogen ini dapat menyebar melalui aliran air, mencemari sumber air di hilir, meningkatkan risiko penularan penyakit zoonosis, dan membahayakan kesehatan masyarakat.

2. Polusi Tanah
Jika air limbah dibuang langsung ke lahan atau digunakan untuk irigasi, padatan tersuspensi dan lemak dapat menyumbat pori-pori tanah, mengganggu struktur tanah, mengurangi permeabilitas, dan menghambat perkembangan akar. Keberadaan disinfektan, deterjen, dan logam berat (misalnya, tembaga dan seng) dari pakan ternak dapat terakumulasi di dalam tanah seiring waktu, mengubah sifat fisikokimianya, menyebabkan salinitas atau toksisitas, dan membuat lahan tidak cocok untuk pertanian. Kelebihan nitrogen dan fosfor di luar kapasitas serapan tanaman dapat menyebabkan kerusakan tanaman ("pembakaran pupuk") dan dapat meresap ke dalam air tanah, sehingga menimbulkan risiko kontaminasi.

3. Polusi Udara
Dalam kondisi anaerobik, dekomposisi air limbah menghasilkan gas-gas berbahaya dan beracun seperti hidrogen sulfida (H₂S, yang ditandai dengan bau telur busuk), amonia (NH₃), amina, dan merkaptan. Emisi ini tidak hanya menimbulkan bau tak sedap yang mengganggu masyarakat sekitar, tetapi juga menimbulkan bahaya kesehatan; konsentrasi H₂S yang tinggi bersifat toksik dan berpotensi mematikan. Selain itu, metana (CH₄), gas rumah kaca yang kuat dengan potensi pemanasan global lebih dari dua puluh kali lipat karbon dioksida, dihasilkan selama proses pencernaan anaerobik, yang berkontribusi terhadap perubahan iklim.

Di Tiongkok, pembuangan air limbah rumah potong hewan diatur berdasarkan sistem perizinan yang mewajibkan kepatuhan terhadap batas emisi yang diizinkan. Fasilitas harus mematuhi secara ketat peraturan Izin Pembuangan Polutan dan memenuhi persyaratan "Standar Pembuangan Polutan Air untuk Industri Pengolahan Daging" (GB 13457-92), serta standar lokal yang berlaku yang mungkin lebih ketat.

Kepatuhan terhadap standar pembuangan dinilai melalui pemantauan berkelanjutan terhadap lima parameter utama: kebutuhan oksigen kimia (COD), nitrogen amonia (NH₃-N), fosfor total (TP), nitrogen total (TN), dan pH. Indikator-indikator ini berfungsi sebagai tolok ukur operasional untuk mengevaluasi kinerja proses pengolahan air limbah—termasuk sedimentasi, pemisahan minyak, pengolahan biologis, penghilangan nutrisi, dan disinfeksi—yang memungkinkan penyesuaian tepat waktu untuk memastikan pembuangan limbah yang stabil dan sesuai standar.

- Permintaan Oksigen Kimia (COD):COD mengukur jumlah total bahan organik yang dapat teroksidasi dalam air. Nilai COD yang lebih tinggi menunjukkan pencemaran organik yang lebih besar. Air limbah rumah potong hewan, yang mengandung darah, lemak, protein, dan feses, biasanya menunjukkan konsentrasi COD berkisar antara 2.000 hingga 8.000 mg/L atau lebih tinggi. Pemantauan COD sangat penting untuk menilai efisiensi pembuangan beban organik dan memastikan sistem pengolahan air limbah beroperasi secara efektif dalam batas yang dapat diterima secara lingkungan.

- Amonia Nitrogen (NH₃-N): Parameter ini mencerminkan konsentrasi amonia bebas (NH₃) dan ion amonium (NH₄⁺) dalam air. Nitrifikasi amonia mengonsumsi oksigen terlarut yang signifikan dan dapat menyebabkan deplesi oksigen. Amonia bebas sangat beracun bagi kehidupan akuatik, bahkan dalam konsentrasi rendah. Selain itu, amonia berfungsi sebagai sumber nutrisi bagi pertumbuhan alga, yang berkontribusi terhadap eutrofikasi. Amonia berasal dari penguraian urin, feses, dan protein dalam air limbah rumah pemotongan hewan. Pemantauan NH₃-N memastikan berfungsinya proses nitrifikasi dan denitrifikasi dengan baik serta memitigasi risiko ekologis dan kesehatan.

- Total Nitrogen (TN) dan Total Fosfor (TP):TN merupakan jumlah semua bentuk nitrogen (amonia, nitrat, nitrit, nitrogen organik), sementara TP mencakup semua senyawa fosfor. Keduanya merupakan pendorong utama eutrofikasi. Ketika dibuang ke badan air yang mengalir lambat seperti danau, waduk, dan muara, limbah yang kaya nitrogen dan fosfor merangsang pertumbuhan alga yang eksplosif—mirip dengan pemupukan badan air—yang menyebabkan ledakan alga. Peraturan air limbah modern memberlakukan batasan yang semakin ketat pada pembuangan TN dan TP. Pemantauan parameter ini mengevaluasi efektivitas teknologi penghilangan nutrisi canggih dan membantu mencegah degradasi ekosistem.

- Nilai pH:pH menunjukkan keasaman atau kebasaan air. Sebagian besar organisme akuatik dapat bertahan hidup dalam rentang pH yang sempit (biasanya 6–9). Limbah yang terlalu asam atau basa dapat membahayakan kehidupan akuatik dan mengganggu keseimbangan ekologi. Bagi instalasi pengolahan air limbah, menjaga pH yang tepat sangat penting untuk kinerja optimal proses pengolahan biologis. Pemantauan pH yang berkelanjutan mendukung stabilitas proses dan kepatuhan terhadap peraturan.

Perusahaan telah memasang instrumen pemantauan online berikut dari Boqu Instruments di outlet pembuangan utamanya:
- CODG-3000 Monitor Permintaan Oksigen Kimia Otomatis Online
- Monitor Otomatis Online Amonia Nitrogen NHNG-3010
- Penganalisis Otomatis Online Total Fosfor TPG-3030
- Penganalisis Otomatis Total Nitrogen Online TNG-3020
- Penganalisis pH Online Otomatis PHG-2091

Alat analisis ini memungkinkan pemantauan kadar COD, nitrogen amonia, fosfor total, nitrogen total, dan pH dalam limbah secara real-time. Data ini memfasilitasi penilaian pencemaran organik dan nutrien, evaluasi risiko lingkungan dan kesehatan masyarakat, serta pengambilan keputusan yang terinformasi terkait strategi pengolahan. Lebih lanjut, alat ini memungkinkan optimalisasi proses pengolahan, peningkatan efisiensi, pengurangan biaya operasional, meminimalkan dampak lingkungan, dan kepatuhan yang konsisten terhadap peraturan lingkungan nasional dan lokal.